Bahasa Arab Dahulunya Tidak Ada Harakat dan Titik
Beberapa orang merasa kesulitan membaca kitab gundul yang tidak ada
harakatnya, ternyata zaman dahulu, udah ga ada harakatnya, titiknya juga
ga ada..
luar biasa kemampuan bahasa mereka di zaman dahulu…
Tulisan bahasa arab aslinya tidak ada titik dan harakatnya
Jika tulisan bahasa arab tidak ada harakatnya maka ini biasa karena
sering kita jumpai dengan apa yang disebut oleh orang kitab gundul.
Orang yang sudah belajar kaidah bahasa Arab bisa membacanya. Akan tetapi
bagaimana jika tidak ada titiknya? Tentu kita akan agak kesusahan,
karena bagaimana membedakan huruf [ب] “ba”, [ت] “ta”, [ث] “tsa” dan [ن]
“nun”? atau huruf [ج] “Ja”, [ح] “ha” dan [خ] “kha”?
Berikut kutipan dari mukaddimah Al-Quran terjemah maknawi Mushaf
Indonesia oleh Yayasan Penyelenggara penterjemah/Pentafsir Al-Quran yang
ditunjuk oleh Menteri Agama dengan selaku ketua Prof.R.H.A Soenarjo
S.H,
“Sebagaimana diterangkan di atas, Alquran mula-mula ditulis tanpa
titik dan baris. Namun demikian hal ini tidak mempengaruhi pembacaan
Alquran , karena para sahabat dan para tabiin adalah orang-orang yang
fasih dalam bahasa Arab. Oleh sebab itu mereka dapat membacanya dengan
baik dan tepat. Akan tetapi setelah ajaran agama Islam tersiar dan
banyak bangsa yang bukan bangsa Arab memeluk agama Islam, sulitlah bagi
mereka membaca Alquran tanpa titik dan baris itu.
Apabila keadaan demikian dibiarkan, dikhawatirkan bahwa hal ini akan menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam pembacaan Alquran.
Maka Abu Aswad Ad-Duwali mengambil inisiatif untuk memberi
tanda-tanda dalam Alquran dengan tinta yang berlainan warnanya dengan
tulisan Alquran. Tanda-tanda itu adalah titik diatas untuk fathah, titik
di bawah untuk kasrah, titik di sebelah kiri atas untuk dhammah, dan
dua titik untuk tanwin, hal ini terjadi pada masa Muawiyah.
Kemudian di masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M), Nashir
bin Ashim dan Yahya bin Ya’mar menambahkan tanda-tanda untuk huruf-huruf
yang bertitik dengan tinta yang sama dengan tulisan Alquran. Itu adalah
untuk membedakan antara maksud dari titik Abul Aswad ad Duali dengan
titik yang baru ini. Titik Abul Aswad adalah untuk tanda baca dan titik
Nashir bin Ashim adalah titik huruf. Cara penulisan seperti ini tetap
berlaku pada masa bani Umayyah, dan pada permulaan Abbasiyah, bahkan
tetap dipakai pula di Spanyol sampai pertengahan abad ke 4 H. Kemudian
ternyata cara pemberian tanda seperti ini menimbulkan kesulitan bagi
para pembaca Alquran, karena terlalu banyak titik, sedang titik itu
lama-kelamaan hampir menjadi serupa warnanya.
Maka Al-Khalil mengambil inisiatif, untuk membuat tanda-tanda yang
baru, yaitu huruf waw kecil ( و) di atas untuk tanda dhammah, huruf alif
kecil (ا ) untuk tanda fathah, huruf ya kecil (ى) untuk tanda kasrah,
kepala huruf syin ( ّ ) untuk tanda syaddah, kepala ha ( ه ) untuk sukun
dan kepala ‘ain (ع) untuk hamzah.
Kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong dan ditambah sehingga
menjadi bentuk yang ada sekarang ini.” [mukaddimah Al-Quran Terjemah
maknawi hal. 111]
Bagi para sahabat dan para tabi’in adalah orang-orang yang fasih
dalam bahasa Arab mereka tentu tidak kesulitan jika tidak ada titik dan
harakat, sebagaimana kita orang Indonesia bisa membaca SMS singkat tanpa
konsonan vokal contohnya,
“sy k sn sbntr lg, km tlg tgu d sn y”
Tentu kita orang Indonesia bisa membacanya yaitu,
“saya ke sana sebentar lagi, kamu tolong tunggu di sana ya”
Ayo semangat belajar bahasa Arab
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (yusuf:2)
Ibnu Katsir Rahimahullahu berkata menafsirkan ayat ini:
وذلك لأن لغة العرب أفصح اللغات وأبينها وأوسعها، وأكثرها تأدية للمعاني
التي تقوم بالنفوس؛ فلهذا أنزل أشرف الكتب بأشرف اللغات، على أشرف الرسل،
بسفارة (8) أشرف الملائكة، وكان ذلك في أشرف بقاع الأرض، وابتدئ إنزاله في
أشرفشهور السنة وهو رمضان، فكمل من كل الوجوه
“Yang demikian itu (bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab)
karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan
maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh
karena itu kitab yang paling mulia diturunkan (Al-Qur’an) kepada rasul
yang paling mulia (Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam), dengan
bahasa yang termulia (bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang
paling mulia (Jibril), ditambah diturunkan pada dataran yang paling muia
diatas muka bumi (tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang
paling mulia (Ramadhan), sehingga Al-Qur’an menjadi sempurna dari segala
sisi.” [Tafsirul Qur’an Al-Adzim 4/366, Darul Thayyibah, cet.ke-2, 1420 H, Asy-Syamilah]
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
١٩٢. وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ١٩٣. نَزَلَ بِهِ
الرُّوحُ الْأَمِينُ ١٩٤. عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ
الْمُنذِرِينَ ١٩٥. بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ
“Dan Sesungguhnya Al Qur’an ini benar – benar diturunkan oleh
Pencipta Semesta Alam, dia dibawa turun oleh Ar ruh Al Amiin (Jibril),
kedalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang
– orang yang memberi peringatan, dengan Bahasa Arab yang jelas.” (As Syu’araa : 192-195)
Umar bin Khottab radhiallahu ‘anhu berkata,
عن عمر رضي الله عنه أنه قال: “تعلموا العربية فإنها من دينكم وتعلموا الفرائض فإنها من دينكم
“Pelajarilah bahasa Arab, sesungguhnya ia bagian dari agama kalian, pelajarilah ilmu waris karena merupakan bagian dari agama kalian.” (Iqtidho’ shiratal mustaqim 527-528 jilid I, tahqiq syaikh Nashir Abdul karim Al–‘Aql, Wizarot Asy Syu-un Al Islamiyah wal Awqof)
Demikian semoga bermanfaat
@Gedung Radiopoetro FK UGM, Yogyakarta Tercinta
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Sumber : Muslimahfiyah
Media Sosial Kami